Posts Tagged ‘Depkominfo’

Di dalam menyelenggarakan iklim yang sehat persaingan dunia telekomunikasi seluler, pemerintah melalui Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) terus mengeluarkan regulasi-regulasinya yang mengatur setiap langkah operator seluler. Regulasi ini secara tidak langsung telah membuat industri seluler dan masyarakat publik ikut merasakan konsekuensinya.

:: KONDISI SEBELUM REGULASI

Monopoli Operator Raksasa

Perkembangan dunia teknologi telekomunikasi di Indonesia saat ini telah memasuki babak yang klimaks, terutamanya teknologi telekomunikasi seluler. Keadaan ini sangatlah berbeda dengan kondisi di saat 5 tahun silam, kalau dulu kita hanya mengenal beberapa operator seluler saja yang mendominasi pangsa pasar telekomunikasi sebagai operator raksasa, maka pada saat ini kita melihat banyak sekali operator-operator seluler baru yang bermunculan ikut meramaikan kompetisi dunia seluler pertelekomunikasian Indonesia.

Kalau kita melihat kronologi perkembangan telekomunikasi di Indonesia, pada tahun 1976 telah terjadi era monopoli yang dilakukan oleh pemerintah, sehingga hanya ada satu saja operator yang menguasai pasar telekomunikasi di Indonesia.

indonesiachronology

Kronologi Perkembangan Telekomunikasi Indonesia. Sumber: JICA

Dari data di atas, barulah pada awal tahun 1989 pemerintah merevisi regulasi mengenai telekomunikasi operator-operator lain mulai masuk. Akan tetapi hal ini tidak mengubah kondisi yang dapat menjadikan persaingan lebih kompetitif, malah terjadi monopoli oleh public corporation.

Akses Telekomunikasi Seluler yang Belum Merata

Adanya praktek monopoli membuat penggunaan telekomunikasi seluler pada masa lalu hanya terbatas bagi beberapa kalangan dan daerah tertentu. Hanya orang yang berduit saja yang mampu memilikinya, karena memang mengingat pada waktu itu untuk membeli ponsel dan voucher masih terbilang tinggi dan mewah. Dahulu bagaimana mungkin masyarakat umum dapat membeli, untuk voucher saja tarif terendahnya adalah sekitar Rp 250.000.- hingga Rp 100.000.-. Belum lagi tarif untuk menelpon juga terbilang sangat mahal untuk tiap waktu bicaranya.

Selain itu, tempat untuk melakukan komunikasi dengan seluler pun masih terbatas oleh wilayah-wilayah tertentu. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan BRTI, bahkan untuk penduduk yang ada di Indonesia bagian timur pun sebagian besar harus menggunakan komunikasi via satelit karena microwave link terbatas pada daerah di kota-kota besar saja meskipun itu juga masih terhubung dengan satelit. Disamping itu, banyak dikeluhkan bahwa harga sewa jaringan dalam negeri mahal dan tidak mencukupi terutama untuk wilayah kawasan Indonesia Bagian Timur. Keadaan seperti ini dinilai dapat menyebabkan terjadinya kesenjangan sosial yang ada di wilayah-wilayah tertentu di seluruh pelosok Indonesia, seperti Indonesia Timur dan Barat.

Disamping itu, praktek monopoli menyebabkan persaingan yang kompetitif tidak akan pernah terjadi. Karena pada dasarnya suatu produk yang memiliki kualitas terbaik akan muncul apabila daya saing terjadi. Akhirnya, masyarakat akan terbatas pada pilihan tertentu dan membuat masalah pentarifan atau biaya menjadi dominan mahal. Jika hanya masyarakat tertentu saja yang dapat menikmati dan merasakan berarti hal ini sama halnya dengan menghambat kecerdasan masyarakat untuk lebih mengenal teknologi khususnya telekomunikasi.

Menghambat Pertumbuhan Operator yang Lain

Tidak adanya regulasi yang jelas dalam mengatur telekomunikasi seluler khususnya, akan menyebabkan tidak beraninya operator lain untuk berani tumbuh dan bermunculan. Disamping biaya infrastruktur dan operasional untuk mendirikan suatu perusahaan telekomunikasi terbilang membutuhkan biaya yang sangat besar, belum lagi nanti ia harus bersaing dengan operator-operator raksasa lain yang telah lama berdiri dan menguasai sebagian besar pasar telekomunikasi di Indonesia.

:: BEBERAPA REGULASI YANG DIKELUARKAN

Keadaan ini memaksa pemerintahan melalui Depkominfo menjadi sangat penting untuk menjalankan peranan ini. Depkominfo telah mengeluarkan berbagai macam regulasi di bidang telekomunikasi khususnya untuk mengatur keadaan dan permasalahan di atas. Berikut beberapa strategi dan regulasi yang telah dikeluarkan oleh pemerintah.

Lahirnya Badan Regulasi Telekomunkasi Indonesia (BRTI)

Untuk membantu Depkominfo melakukan peranannya di dalam menciptakan iklim yang kondusif di bidang telekomunikasi, departemen ini membentuk suatu badan yang bertugas mengatur secara khusus teknologi telekomunikasi di Indonesia melalui Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI). BRTI ini lahir karena adanya beberapa faktor yang mendorongnya untuk ada, sebagaimana yang disebutkan pada bagan di bawah ini.

Faktor Munculnya BRTI

Faktor Munculnya BRTI. Sumber : Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia

Salah satu tujuan perlu dibentuknya BRTI antara lain :

* Untuk lebih menjamin transparansi, independensi dan prinsip keadilan. Dalam fungsinya sebagai pengaturan, pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan penyelenggaran jasa telekomunikasi.

* Untuk meningkatkan kinerja pelayanan dalam penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan penyelenggaraan jasa telekomunikasi

Pembangunan Palapa Ring

Dalam rangka untuk mengurangi kesenjangan dan pemerataan akses telekomunikasi di Nusantara, pemerintah telah melakukan terobosan dengan melakukan pembangunan jaringan di seluruh nusantara yang lebih dikenal dengan Palapa Ring. Tujuannya adalah untuk mengatasi jaringan telekomunikasi di daerah-daerah yang belum terjamah atau masih dalam kategori tertinggal dalam teknologi ini. Pembangunan Palapa Ring ini nanti yang akan menghubungkan Ibukota Provinsi dengan Kabupaten yang ada di daerah-daerah.

palaparing

Peta Jaringan Palapa Ring. Sumber : BRTI

Palapa Ring ini dibangun dengan menghubungkan 33 Provinsi, 440 Kota/Kabupaten, 1 + 7 Ring dengan kapasitas 320 GB hingga 4 TB menggunakan medium guided (kabel optik). Dengan pembangunan ini diharapkan tidak ada lagi daerah-daerah di nusantara yang tidak terjamah teknologi telekomunikasi.

Penggunaan Menara Bersama

Ada banyak faktor yang menyebabkan dikeluarkannya Peraturan Menteri No. 2 Tahun 2008 tentang penggunaan menara bersama. Tujuannya utamanya adalah untuk mengefisiensikan penggunaan menara, dan menjaga estetika tata kota. Selain itu peraturan penggunaan menara bersama merupakan solusi yang dapat membantu meringankan biaya pembangunan telekomunikasi serta agar tidak terjebak di dalam praktek monopoli bagi operator-operator baru dari penyedia menara. Sebab penyelenggara menara harus memberikan kesempatan yang sama bagi penyelenggaran telekomunikasi yang lain untuk menggunakan menaranya. Tidak hanya itu, biaya penggunaan menara harus wajar berdasarkan biaya investasi, operasi, dan keuntungan yang wajar sehingga bisnis ini pun tertutup untuk investasi asing. Moh. Nuh, Menkominfo, menjanjikan pada pertengahan Februari kemarin kebijakan untuk penggunaan menara atau tower bersama akan segera direalisasikan. “Ini konsekuensi yang harus diambil pemerintah. Tidak hanya meminta para operator melakukan efisiensi internal, tetapi juga memberikan jalan keluar ke arah penerapan efisiensi internal.”

Penurunan Tarif Interkoneksi

Pada tanggal per 1 April kemarin, Menkominfo juga telah mengeluarkan suatu regulasi yang mengatur tentang interkoneksi dan formula yang digunakan dalam pentarifan antar operator selluer. Interkoneksi ialah hubungan antar jaringan telekomunikasi dengan penyelenggara jaringan telekomunikasi yang berbeda. Regulasi ini mendorong setiap operator menurunkan tarif interkoneksinya hingga batas atas standar acuan yang diperbolehkan. Selain itu Menkominfo, Moh. Nuh, mengatakan, adanya metode penghitungan tarif interkoneksi itu berkait dengan upaya memacu penyelenggara telekomunikasi untuk lebih efisien. “Kebijakan penurunan tarif interkoneksi ini bukan kebijakan terpisah, tetapi sebuah kebijakan yang terencana dan menjadi satu kesatuan dengan berbagai rencana pemerintah, terkait upaya mendorong efisiensi kerja operator. Karena itu kebijakan yang dinilai menghambat proses efisiensi operator akan dikaji,” ujarnya Menkominfo. Di antara upaya itu, penyelenggara telekomunikasi baru tidak dibebani biaya sebagai akibat inefisiensi dari penyelenggara telekomunikasi lainnya. Tiap penyelenggara telekomunikasi mempunyai pilihan untuk membangun atau menyewa jaringan dalam melakukan interkoneksi.

:: KONSEKUENSI REGULASI TERHADAP INDUSTRI SELULER DAN MASYARAKAT PUBLIK

Bagi Industri Seluler

Efisiensi, Low Cost, Pembangunan Telekomunikasi

Regulasi-regulasi yang mengatur tentang penggunaan menara bersama, penurunan tarif interkoneksi serta regulasi lainnya menyebabkan efek efisiensi dan penurunan biaya (low cost) terhadap pembangunan telekomunikasi terutama oleh operator-operator baru. Hal ini membuat industri-industri seluler tampil lebih berani dalam bersaing secara kompetitif dengan operator raksasa yang sudah lama berdiri. Sebagai contoh pemakaian menara bersama misalkan. Dengan diterapkannya regulasi ini membantu operator baru tidak perlu mengeluarkan biaya yang cukup banyak dalam berinvestasi membangun jaringan telekomunikasi seperti menara BTS.

Sedangkan tentang penurunan tarif interkoneksi, hal ini juga membantu para operator seluler baru agar tidak perlu mengeluarkan biaya yang berlebihan dalam melakukan interkoneksi. Agar tidak terjadi kesalahpahaman dan keserasian antar operator lama dan baru tentunya hal ini melewati suatu proses persetujuan dan penawaran terlebih dahulu melalui Draft Penawaran Interkoneksi (DPI) yang diawasi oleh BRTI.

Menghindari Praktek Monopoli

Regulasi-regulasi yang telah dikeluarkan pemerintah sedikit banyak telah mengubah dunia telekomunikasi Indonesia menjadi ke arah yang lebih baik. Salah satunya adalah telah terciptanya persaingan yang kompetitif dan semakin menjamurnya operator-operator baru. Hal ini mengindikasikan telah terjadinya iklim yang kondusif bagi pertumbuhan industri seluler. Jika dulu pangsa pasar telekomunikasi seluler hanya dikuasai oleh 3 operator raksasa, yaitu Telkomsel, Indosat, dan Excelcomindo maka saat ini kita melihat berbagai operator bermunculan seperti tabel di bawah ini.

Kronologi Pertumbuhan Operator Seluler

Pertumbuhan Operator Seluler di Indonesia dan Market Share. Sumber: JICA

Telekomunikasi Indonesia

Tabel Operator Telekomunikasi, Teknologi dan Lisensinya. Sumber: Telekomunikasi Indonesia

Pendapatan Operator yang Semakin Meningkat

Pendapatan yang diperoleh oleh para operator seluler selalu mengalami peningkatan, terutamanya bagi operator seluler (mobile). Pada awal tahun 2001, ketika mulai bertumbuhnya operator-operator baru malah memberikan dampak pendapatan yang menanjak sangat tajam bagi para operator. Hal ini terjadi ditengarai telah terjadinya persaingan antar operator seluler mengenai penawaran harga yang kompetitif dan terjangkau oleh para konsumen.

ITU-T 2005

Pendapatan Operator Seluler (dalam US$). Sumber: ITU-T 2005

Bagi Masyarakat Publik

Perkembangan Teknologi Mencerdaskan Bangsa

Hal ini juga terlihat dari jumlah pengguna seluler yang semakin hari semakin meningkat, malahan semakin jauh meninggalkan telepon rumah (PSTN) yang lahir lebih dulu. Mengutip AntaraNews tentang jumlah pelanggan seluler di Indonesia, disebutkan bahwa jumlah pelanggan seluler pada tahun 2006 sebesar 63,8 juta nomor dan pada tahun 2007 mencapai 96,41 juta nomor atau dengan kata lain mengalami peningkatan sekitar 51 persen. Hal ini mengindikasikan angka kenaikan ini akan terus meningkat karena mengingat masih ada sekitar 73 persen dari 218,8 juta jiwa penduduk Indonesia yang masih belum memanfaatkan sepenuhnya dengan asumsi bahwa satu pelanggan punya satu nomor. Padahal jumlah pelanggan tersebut bukanlah jumlah sesungguhnya yang aktif digunakan pelanggan, namun lebih cenderung ke jumlah kartu SIM yang terjual dan telah teraktivasi sebelumnya. Dengan jumlah pelanggan tersebut berarti tingkat kepadatan telepon seluler (teledensitas) masih sekitar 30%, artinya dari 10 orang penduduk Indonesia masih terdapat 3 orang yang memiliki nomor ponsel.

BRTI

Dampak Regulasi Terhadap Penetrasi Pelanggan Seluler. Sumber: BRTI

Jika sebagaian besar masyarakat sudah menggunakan teknologi seluler, maka hal ini mengindikasikan bahwa kesempatan pemerataan pemanfaatan teknologi tersebut sedikit banyak telah ikut membantu dalam mewujudkan kecerdasan bangsa. Karena di satu sisi Depkominfo memiliki visi yaitu “Terwujudnya masyarakat informasi yang sejahtera melalui penyelenggaraan komunikasi dan informatika yang efektif dan efisien dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia”

Investasi Tertutup bagi Asing dan Pemerintah Daerahan Dilibatkan

Berbicara mengenai kepemilikan saham, BRTI juga mengeluarkan suatu peraturan yang tidak membolehkan kepemilikan saham operator dikuasai lebih dari 50% pihak asing. Hal ini bertujuan untuk tetap menjaga iklim yang kondusif dan memberikan bagi masyarakat publik untuk masuk ke dalamnya. Berikut data kepemilikan saham yang ada pada tiap operator telekomunikasi yang ada di Indonesia.

Kepemilikan Saham Tiap Operator Seluler

Kepemilikan Saham Tiap Operator Seluler

Selain itu pula, bisnis usaha di dalam mendirikan menara pun tertutup untuk investasi asing, karena ijin untuk mendirikan menara telah dibatasi oleh regulasi Permen No. 2 Tahun 2008 tentang pemakaian menara bersama. Akhirnya, bisnis untuk mendirikan menara pun tertutup bagi investasi pihak asing karena tergantikan oleh program pemakaian menara bersama. Regulasi ini juga memberikan kesempatan bagi tiap-tiap daerah menetapkan lokasi menara sesuai tata ruang yang dipublikasikan secara terbuka dan pemilik/penyedia menara untuk menyampaikan informasi mengenai persyaratan penggunaan menara bersama secara lebih transparan. Akan tetapi penetapan Pemerintah Daerah menurut BRTI tetap harus mengacu pada SK Bersama Menkominfo, Depdagri dan Pekerjaan Umum.

Benang Merahnya

Persaingan yang sehat dan kompetitif demi menciptakan dunia telekomunikasi yang sejahtera bagi masyarakat merupakan tujuan utama dari lahirnya beberapa regulasi pemerintah. Keadaan ini akan menjadi suatu iklim yang sangat kondusif di dalam menciptakan keserasian antara pemerintah, industri seluler dan masyarakat publik untuk dapat saling bekerjasama. Karena apabila ketiga elemen ini dapat bekerja secara sinergi maka hanya satu konsekuensi yang akan kita terima, yaitu kemakmuran bersama. Semoga bangsa kita menjadi bangsa yang semakin cerdas melalui penyelenggaraan komunikasi serta informatika yang efisien dan efektif. Amin

Oleh:
ARIF FIRMANSYAH
Mahasiswa Bidang Studi Telekomunikasi Multimedia
Jurusan Teknik Elektro – Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember