Posts Tagged ‘Garut’

#Perjalanan Menuju Garut

Oke langsung saja ya daripada membahas dengan panjang dan lebar mau menulis kata-kata pembukaan untuk tulisan ini, mending aku langsung saja cerita… *karena aku juga memahami kasihan sama ibu-ibu dan mbak-mbaknya kalau terlalu panjang, dan kasihan dengan mas-masnya kalau terlalu lebar.. katanya nggak enak, nggak pas* <– ngomong apaan sih ini, aku sendiri juga nggak tau maksudnya, katanya nikah dulu baru tahu maksudnya… 😀

Ide untuk menikmati pegunungan Papandayan apalagi camping di sana sebenarnya adalah berawal dari ide yang tidak sengaja tercetus, tapi karena pada dasarnya kita semua suka dengan tantangan maka nggak ada salahnya untuk dicoba… *kita gtu lho, pemuda yang tertantang untuk menikmati ‘gunung kembar’ <– #abaikan. Pengalaman camping, sebenarnya dulu sudah pernah aku rasakan dalam acara Cinta Alam Indonesia 5 tahun yang lalu, bertempat di Bumi Perkemahan Kosambiwojo – Jombang. Jadi aku tidak takut untuk mencoba sensasi ini lagi di Gunung Papandayan, Cisurupan – Garut

Mendaki gunung, pemandangan pegunungan, suasana pegunungan, dan semua hal yang berhubungan dengan gunung-gunung pasti sesuatu yang menarik untuk dinikmati, dirasakan dan diceritakan karena ada sensasi tersendiri di sana, bahkan sampai-sampai orang yang punya ‘gunung’ sekali pun juga begitu enak untuk dinikmati, tanya saja sama yang sudah menikah… #lho apa hubungannya, karena kalau sudah di puncak kenikmatan ‘gunungnya’ pinginnya tidak mau turun-turun… #lho apalagi ini. Buktinya saja setiap weekend liburan, bagi warga Ibukota ke arah puncak pasti akan selalu ramai dan tentunya macet.

22.30 WIB. Kita sudah siap-siap untuk berangkat dan berkumpul. Iya kita berangkat malam hari karena kita ingin sampai di Gunung Papandayan esok pagi harinya dan sekalian bisa melihat sunrise ketika melakukan pendakian. Dan juga kalau berangkatnya malam kita nggak akan mengganggu dan merepotkan banyak orang waktu berangkat sambil membawa perlengkapan camping nanti. Oh ya, waktu itu rute yang kita pakai, kita jalan dari depan Jl Raya Bogor di KM 29 menuju Pasar Rebo (bawah Fly Over), dan cukup mengeluarkan ongkos sekitar Rp 2,000 untuk angkotnya.

Setelah sampai di Pasar Rebo kita kemudian naik bus kota yang menuju Garut, kalau tidak salah seingatku ongkosnya sekitar Rp 20,000. Dengan kata lain, cukup mengeluarkan uang Rp 22,000 kita sudah sampai Garut. Sebenarnya ada cara lagi sih yang lebih murah bisa turun sampai 50%-80%, tapi waktu itu kita nggak ada mood untuk melakukannya dan dirasa kurang menantang bagi kita. Mau??? coba saja sendiri caranya…. –> Jalan Kaki, atau Ngegandol Truk… 😀

Oh ya sedikit berbagi pengalaman saja, kalau naik bus pilih bus yang agak bagusan dikit jangan yang asal-asalan, asal bisa jalan, asal ada ban, atau asal ada yang naik. Karena kemarin kita di awal perjalanan dikejutkan dengan kejadian yang absurd *menggelikan, lucu, mustahil bin tak masuk akal*, karena enak-enaknya jalan sudah masuk tol, aku yang duduk di belakang tiba-tiba melihat orang teriak-teriak dan bergerombol menuju belakang, sekilas aku kira ada yang tawuran atau apa, eh tiba-tiba nggak lama dari arah depan, busnya mengeluarkan asap nggak jelas begitu, ya jelas bikin orang panik semua tidak karuan. *benar-benar kejadian yang absurd*

Perjalanan naik bus dari Jakarta (Pasar Rebo) menuju terminal Garut cukup lama juga karena membutuhkan waktu sekitar 3 jam. Oleh karena waktu yang lama, maka kita semua manfaatkan untuk tidur di dalam bus, dan berharap kejadian absurd sebelumnya tidak terulang. Nggak lucu saja kalau tiba-tiba besok di TV muncul HotNews, “Para pemuda bepergian ke Gunung Papandayan lengkap dengan alat camping, naas terbakar gosong di dalam bus”

Pelajaran 1 –> *Setiap yang harganya murah pasti memiliki resiko lebih besar*

#Tiba di Terminal Garut

02.45 WIB. Dini hari kita sudah sampai di Garut sambil diselimuti dengan dinginnya udara waktu itu, lebih awal tiba dari rencana yang kita susun. Karena kalau kita berangkat langsung menuju Cisurupan, Gunung Papandayan kita akan memanjat sambil gelap-gelapan, iya kalau manjat ‘gunungnya’ di kamar tidur gelap-gelapan nggak masalah, malah nikmat katanya…#eh <– maaf, mungkin ini efek terlalu lama jadi perjaka… :D.

Atas dasar nama menjadi backpackers sejati, kita nggak mau menginap sampai mengeluarkan ongkos lagi… *bukannya kita nggak punya uang, uang kita sih banyak, lebih-lebih malah, sampai nggak bisa bayar lebih maksudnya.. 😀 *. Akhirnya kita punya ide untuk menginap di warung makan, cuman bermodalkan ongkos makan kita bisa tidur sebentar di warung makan tersebut. Rp 6,000-an = Makan + Nginap Gratis…. murahkan..?!? *benar-benar dah, jangan ditiru ya… hahhaha

#Perjalanan Menuju Cisurupan (Lokasi Gunung Papandayan)

04.50 WIB. Setelah selesai istirahat di warung makan (tidur juga sih… heheh), bersih-bersih (wajah doank), nggak lupa beol dulu dan tentunya sholat subuh, kita baru melanjutkan perjalanan langsung ke Cisurupan. Berangkat dari terminal menuju langsung ke lokasi, sebenarnya kita harus pakai angkot 2 kali pindah, tapi karena kita orangnya ‘nggak lurus-lurus amat’ (baca: orang yang nggak benar) kita melakukan negoisasi dengan angkot yang waktu itu ada di terminal masih sedikit untuk mau mengantarkan kita langsung menuju Cisurupan. Akhirnya dengan ber-7 ada juga sopir angkot yang se-7 untuk mengangkut kita. Oh ya, as your reference per orangnya kalau tidak salah waktu itu jadi kena ongkos sekitar Rp 5,000 – Rp 7,000-an.

#Perjalanan ke (Kaki) Gunung Papandayan

06.30 WIB. Udara pagi waktu itu begitu dingin hingga merasuk ke tulang-tulang, ketika kita menguap saja sama seperti kita sedang merokok, keluar asap dari mulut. Ya… akhirnya kita sampai juga di Cisurupan, Garut. Ternyata, sampai di sini bukan berarti kita sudah sampai di Gunung Papandayan yang kita maksud. Karena kita baru sampai di desa Cisurupan-nya saja, atau kira-kira masih 3-4 km lagi menuju kaki gunung Papandayan…. waduh, padahal udah nggak tahan lagi cepat-cepat mau menikmati ‘gunung kembar‘ di sana… #eh

Mungkin 3-4 km di jalanan lurus dan tidak mendaki bisa kita tempuh dengan jalan kaki, tapi karena jalanannya naik ke atas ya beda ceritanya. Yaa… sebenarnya jalan kaki dari desa Cisurupan ke kaki gunung Papandayan sih  bisa-bisa saja, nggak masalah dan karena pada dasarnya kita juga suka tantangan, tapi karena waktu kita masih panjang untuk aktifitas di puncak nanti jadi kita harus menghemat tenaga… *ngeles.com

Untuk yang mau bepergian ke sana, nggak perlu sedih hati, lelah-lelah jalan kaki, ternyata di sana ada juga orang yang menawarkan jasanya untuk mengantarkan kita naik ke atas menuju kaki gunung Papandayan. Yang jelas transportasi jenis ini enak, kita bisa menghirup udara bebas segar semau-semaunya, bisa bergaya-gaya di atasnya, apalagi foto-fotoan segala. Tau nggak apaan transportasinya…?? Ojek….. bukan, Angkot…… juga bukan, Bus ya…. wah bukan juga, ohh kereta api ya…. -_-!| emang ini tempat Jakarta kali dimana-mana ada kereta api dan bus… bukan juga, tapi jenis transportasinya ialah… jreng… jreng… jreng…. Mobil Pick Up…. hhahaha…

Jangan salah, dengan mobil ini semua pemandangan gunung di sekitar bisa kita lihat dengan bebas dari segala arah, tanpa terhalang jendela maupun kaca sedikitpun. Kereeennn kan… tapi di satu sisi orang lain di sekitar juga bisa melihat bebas dari sudut manapun kita yang ada di mobil… -_-!|. Setelah tawar-menawar, akhirnya kita dapat harga Rp 50,000.- untuk satu mobil pick up yang akan mengantarkan kita menuju kaki gunung Papandayan. Asyik-asyik hampir sampai nigh…

Nih pemandangan yang dapat kita ambil dari atas mobil…

Kalau lihat jauh perjalanannya saja segitu, bagaimana kalau jalan kaki tadi, bisa-bisa sampai atas dan nggak turun-turun ke bawah selamanya… *alias sekarat di atas.

#Kaki Gunung Papandayan, Akhirnya…

07.30 WIB. Seiring dengan terus meningginya matahari, bukan berarti ikut menaikkan suhu udara waktu itu malah menurun mendekati nol derajat lho… *lebay*, karena mengingat matahari juga masih diselimuti awan yang tebal. Akhirnya kita sampai juga di kaki gunung Papandayan, setelah berlama-lama di atas mobil pick up dengan kaki yang kaku. Oh ya, jangan lupa setelah sampai langsung carter kembali mobil yang mengantarkan kita tadi dan sekalian catat nomor telepon bapaknya, ini untuk mengontak bapaknya agar besok kalau kita mau pulang bisa diangkut kembali balik turun ke bawah, dan pastinya nanti bayar lagi juga.

Setelah sesampai di kaki Gunung Papandayan, tahu nggak apa yang kita lakukan untuk pertama kalinya…?? hayoo..!!! pastinya foto-foto dulu donk… hahaha. Karena momen-momen seperti ini sulit untuk dicari, dan untung hobi kita sama semua… suka di-foto… 😀

Oh ya tahu nggak, apa yang kita lakukan lagi setelah sesampai di sana (setelah foto-foto maksudnya)…. hayoo… yang pasti beol…. nggak tahu sekarang koq emang demen banget sama yang namanya beol… 😀 #abaikan, gk penting.

Nah sekarang bagi teman-teman yang pingin pergi jalan-jalan ke Gunung Papandayan sudah tahu khan, harus naik apa dan kemana dulu. Nggak perlu takut kesasar seperti anak hilang, khan kita punya mulut dan bisa baca, sebenarnya dengan dua modal itu kita bisa sampai lokasi, toh dari kita juga belum pernah yang ada ke sana sebelumnya.

Pelajaran 2 –> *Di dalam bepergian, mulut dan bisa membaca petunjuk jalan adalah modal penting selain kompas*

Seru kan.. kalau teman-teman masih ingin membaca lanjutan kisahku tentang survive di Puncak Papandayan, teman-teman bisa baca tulisanku selanjutnya di ‘Menaklukkan Gunung Papandayan‘. Nggak kalah seru dan menarik dengan cerita yang di atas. Selamat menikmati.

BONUS. Ini ada gambar yang menurutku absurd sekali, ini diambil dalam perjalanan pulang. Please don’t try at home by your motorcycle…